tUGaZ-tU9aZ s0FtZkiL
Senin, 30 April 2012
Pengaruh Asuransi Terhadap IFRS
Standar
Khusus Akuntansi untuk Asuransi Kerugian merupakan standar akuntansi kedua yang
khusus mengatur jenis badan usaha tertentu setelah dikeluarkannya. Standar
Khusus Akuntansi untuk Koperasi. Standar Khusus ini disusun atas dasar kerja
sama antara Ikatan Akuntan Indonesia dan PT. Asuransi Jasa Indonesia.
Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.
Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di"himpun" dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan karena antara lain:
Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.
Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di"himpun" dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan karena antara lain:
v Menderita
kerugian yang cukup besar karena hasil underwriting tidak memadai bahkan minus.
v Stabilitas
keuangan perusahaan asuransi tidak terjamin.
v Di
dalam pasar reasuransi internasional tidak mempunyai reputasi yang cukup baik.
Untuk meningkatkan reputasi industri asuransi Indonesia, diperlukan:
v Peningkatan
mutu produk dan pasar
v Adanya
accounting standard yang berlaku di dalam industri asuransi.
Perusahaan asuransi di Indonesia relatif mengalami kelambatan dalam perkembangan permodalan. Hal ini disebabkan berbagai keadaan yang belum memadai untuk memungkinkan pengembangan permodalan tersebut.
Dengan adanya suatu Accounting Standard maka perhitungan hasil usaha menjadi lebih jelas, adanya suatu accounting standard akan memberikan value added bagi industri asuransi dan masyarakat yang akan memberikan dampak positip terhadap pembangunan nasional.
AKUNTANSI ASURANSI
Asuransi kerugian pada hakekatnya adalah suatu sistem proteksi menghadapi risiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan (transfer) risiko kepada pihak lain, baik secara perorangan maupun secara kelompok dalam masyarakat.
Dasar usaha asuransi adalah kepercayaan masyarakat, terutama dalam hal kemampuan keuangan (bonafiditas) perusahaan untuk memenuhi kewajiban klaim dan kewajiban lain-lain tepat pada waktunya. Untuk itu usaha asuransi harus dikelola secara profesional, baik dalam pengelolaan risiko maupun dalam pengelolaan keuangan.
Beberapa karakteristik dari akuntansi perusahaan asuransi kerugian antara lain:
Penentuan beban tidak dapat sepenuhnya
dihubungkan dengan pendapatan premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu
bersamaan dengan pengakuan pendapatan premix.
Laporan laba rugi sangat dipengaruhi
oleh unsur estimasi, misalnya: estimasi mengenai besarnya premi yang belum
merupakan pendapatan (unearned premium income) dan estimasi mengenai besarnya
klaim yang menjadi beban pada periode berjalan (estimasi klaim tanggungan
sendiri).
Perusahaan asuransi harus memenuhi
ketentuan pemerintah dalam hal batas tingkat solvabilitas (solvency margin).
Untuk lebih lengkap dari isi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN bisa klik di sini >> http://bloggerborneo.com/softcopy-psak/
Sedangkan mengenai diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) secara penuh pada tahun 2012.
LATAR BELAKANG KOVERGENSI PSAK – IFRS,
** Sebuah manajemen entitas diwajibkan untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas kegiatan keuangannya. Laporan ini akan memberikan informasi kepada berbagai pihak, laporan inilah yang kita kenal dengan laporan keuangan. Jenis laporan keuangan ini diantaranya adalah neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan modal serta catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut haruslah menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi sehingga informasinya dapat digunakan untuk mengambil berbagai keputusan yang strategis.
Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar dalam kualitas maka ditetapkanlah PSAK. Oleh karena ini dapat dikatakan bahwa PSAK adalah kebijakan umum yang dipergunakan untuk menyusun laporan keuangan pada semua entitas yang sejenis. aturan dalam PSAK ini dibuat berdasar kepada biaya historis (historical cost) yang banyak mengacu kepada US GAAP (United States General Accepted Accounting Principles).
Karena informasinya berbasis kepada data masa lalu saja, maka dunia akuntansi kemudian mencoba menghadirkan laporan keuangan yang berbasiskan kepada informasi terkini yang kemudian kita kenal dengan fair value. Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar maka Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan kemudian direvisi sesuai dengan ketentuan pengukuran dan penilaian berdasarkan nilai terkini seperti yang dianut oleh International Financial Reporting Standards (IFRS) **
28 PSAK disusun dengan mengacu kepada IAS/IFRS, 20 PSAK dikembangkan dengan mengacu kepada prinsip akuntansi Amerika Serikat, 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI, dan 1 PSAK tentang perbankan syari’ah mengacu kepada standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI serta peraturan-peraturan terkait yang berlaku di Indonesia.
Keputusan DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS dengan membuat dua strategi:
1. Strategi selektif. Strategi ini dilakukan dengan tiga target yaitu; mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya dan menentukan batas waktu penerapan standar yang diadopsi, melakukan adopsi standar selebihnya yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada, dan target terakhir adalah melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB.
2. Strategi dual standard. Strategi ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap menggunakan PSAK yang telah ada.
Dalam penerapan kedua strategi tsb harus mempertimbangkan lima hal:
§ Konvergensi
standar dan proses konvergensi itu sendiri. Hal ini perlu dipertimbangkan
karena DSAK belum memutuskan kapan melakukan konvergensi.
§ Ketersediaan
dana untuk penerjemahan standar.
§ Ketersediaan
sumber daya manusia.
§ Ketentuan
perundang-undangan di Indonesia.
§ Sosialisasi
standar dan peluang moral hazards dalam penyusunan laporan keuangan.
Hambatan
Terdapat beberapa hambatan yang masih dihadapi:
– Masih adanya ketidaksesuaian standar di beberapa negara dengan ketentuan IFRS yang signifikan (seperti aturan tentang instrumen keuangan dan standar pengukuran berdasar fair value accounting)
– Masih terdapat perbedaan kepentingan antara IFRS yang berorientasi pada capital market dengan standar akuntansi negara-negara yang berorientasi pada ketentuan perpajakan (tax-driven)
– Berbagai aturan yang kompleks dalam IFRS dianggap sebagai hambatan bagi sebagian negara untuk melakukan konvergensi.
– Masih terdapat gap yang cukup besar antara IFRS dengan standar akuntansi nasional yang diterapkan untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM)
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh International
Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
Perbandingan IFRS dan PSAK
IFRS
• S/d status 2006, terdiri 37 standar dan 20 interpretasi:
– 7 new standards IFRS
– 30 standar IAS
– 9 new Interpretation (IFRIC)
– 11 Interpretasi (SIC)
• Dimulai sejak 1974 (IAS)
• Lebih merupakan standar umum, hanya ada 4 standar khusus industri
PSAK
• S/d status 2006, PSAK s/d 2006, terdiri dari 59 standar dan 6 interpretasi, umumnya diadopsi dari IAS, namun beberapa menggunakan referensi SFAS.
• Dikembangkan sejak 1994 (PAI)
• Ada banyak standar khusus industri (15 standar)
PERBEDAAN DENGAN IFRS ED PSAK 62 (revisi 2010):
Kontrak Asuransi mengadopsiseluruh pengaturan dalam IFRS 4 Insurance Contract per Januari 2009, kecuali:
1. IFRS 4 paragraf 21 mengenai penerapan pertama kali SAK, hal ini tidak relevan diIndonesia.
2. IFRS 4 paragraf 40 mengenai adopsi pertama kali SAK, hal ini tidak relevan diIndonesia.
3. IFRS 4 paragraf 41 mengenai tanggal efektif. Tanggal efektif IFRS 4 adalah 1 Januari2005 dan mengizinkan penerapan dini, sedangkan tanggal efektif PSAK 62 adalahuntuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2012 dan tidak mengizinkan penerapan dini.
4. IFRS 4 paragraf 41A terkait kontrak jaminan keuangan yang merupakan amandemen IAS 39 dan IFRS 4 pada Agustus 2005, sehingga hal ini tidak relevan jika diterapkan di Indonesia.
5. IFRS 4 paragraf 41B terkait amandemen IAS 1 Presentation of Financial Statements yang mengubah terminologi yang digunakan dalam IFRSs, karena IAS 1 yang diadopsi menjadi PSAK 1
KONVERGENSI IFRS MEMBERATKAN PERUSAHAAN ASURANSI?
Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK-IAI) menggelar pemaparan publik atau public hearing draft
standar akuntansi baru yang berkaitan dengan industri asuransi. Public
hearing dilaksanakan di Jakarta, 25 Januari 2011 dan dihadiri kurang lebih
oleh 250 peserta dari industry asuransi, akuntan publik, profesi aktuari,
akademisi dan juga perwakilan-perwakilan perusahaan lainnya.
Exposure
Draft standar akuntansi baru yang dipaparkan dalam kesempatan
tersebut adalah:
ED
PSAK 62: Kontrak Asuransi
ED
PSAK 28 (Revisi 2010): Akuntansi Asuransi Kerugian
ED
PSAK 36 (revisi 2010): Akuntansi Asuransi Jiwa
ED
PSAK 56: Laba per Saham
ED
PPSAK 10: Pencabutan PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi
Rangkaian
public hearing ini merupakan proses konvergensi IFRS yang dilakukan oleh
IAI dan ditargetkan selesai pada tahun 2012. ED PSAK 62 mengadopsi standar
akuntansi internasional IFRS 4 yang bersifat prinsip atau principle based.
Dengan mengadopsi IFRS 4 maka standar akuntansi Indonesia yang mengatur
perusahaan asuransi yakni PSAK 28 dan PSAK 36 direvisi agar tidak bertentangan
dengan IFRS 4. Revisi untuk PSAK 28 dan PSAK 36 banyak menghapus
paragraf-paragraf yang bersifat rule based serupa dengan aturan-aturang
yang kaku.
Ludovicus Sensi, anggota DSAK-IAI yang memberikan pemaparan
standar akuntansi asuransi mendapatkan banyak komentar mengenai kesiapan
industri asuransi dan profesi aktuaris dalam menerapkan standar-standar baru
ini pada tahun 2012. “Waktunya sangat sempit apabila diberlakukan pada tahun
2012. Dan apakah para pelaku dan profesi aktuaris siap karena standar ini
banyak menuntut penggunaan professional judgement” demikian komentar salah satu
peserta public hearing dari perusahaan asuransi yang cukup besar di
Indonesia.
“IFRS 4 ini sedang diubah di dewan standar akuntansi
internasional. Kita memang pernah bimbang apakah kita mengadopsi IFRS 4 yang
saat ini berlaku atau tunggu sampai revisi IFRS 4 nanti dikeluarkan. Namun
apabila kita menunggu lebih lama, kesenjangan antara standar akuntansi lokal
dan standar akuntansi internasional akan semakin lebar. Sehingga Dewan
memutuskan untuk tidak menunda adopsi IFRS 4” Ludovicus Sensi memberikan
penjelasan. Ludovicus Sensi juga menambahkan bahwa diskusi mengenai perubahan
standar akuntansi ini sudah pernah didiskusikan oleh pihak regulator Bapepam LK
dan juga oleh asosiasi industri asuransi selama beberapa bulan terakhir.
Lebih lanjut Rosita Uli Sinaga, Ketua DSAK-IAI yang memimpin
jalannya public hearing pada hari itu juga menambahkan bahwa konvergensi IFRS
ini sudah terlebih dahulu memberikan dampak besar terhadap industri perbankan
tahun lalu dengan memberlakukan PSAK 50 dan PSAK 55 mengenai instrumen keuangan.
“kita semua memahami bagaimana beratnya industri perbankan dalam menerapkan
PSAK 50 dan PSAK 55. Kalau Industri asuransi tidak mengadopsi IFRS maka akan
terbelakang dibandingkan dengan industri keuangan lainnya di Indonesia.
Tentunya kita tidak ingin hal ini terjadi” komentar Rosita.
Rencana DSAK untuk mencabut PSAK 51 Akuntansi
Kuasi-Reorganisasi juga menuai keberatan. Dudi Kurniawan, praktisi akuntan
publik menyatakan bahwa PSAK 51 masih dibutuhkan di Indonesia dan bermanfaat
untuk perusahaan yang membutuhkan “fresh-start” accounting setelah rugi akibat
krisis moneter beberapa waktu lalu. “Apabila memang tidak bertentangan dengan
IFRS sebaiknya PSAK 51 tetap dipertahankan.”
DSAK memutuskan untuk menghapus PSAK 51 karena standar ini
merupakan adopsi dari standar akuntansi amerika serikat dan tidak ada standar
akuntansi tentang kuasi reorganisasi dalam IFRS.
“Indonesia sudah menjadi sorotan dunia karena
target konvergensi IFRS sudah pernah mundur dari target sebelumnya tahun 2008.
DSAK harus banyak mengambil keputusan yang sulit seperti misalnya pencabutan
PSAK 51 ini. Oleh sebab itulah kami meminta masukan masyarakat dalam kegiatan
public hearing ini. Mohon masukan maupun keberatan dapat dikirim ke DSAK agar
membantu kami dalam mengambil keputusan” pungkas Rosita Uli Sinaga.
Sumber :
·
http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=209
Senin, 26 Maret 2012
Tentang IFRS
INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS (IFRS)
Munculnya
IFRS tak bisa lepas dari perkembangan global, terutama yang terjadi pada pasar
modal. Perkembangan teknologi informasi (TI) di lingkungan pasar yang terjadi
begitu cepat dengan sendirinya berdampak pada banyak aspek di pasar modal,
mulai dari model dan standar pelaporan keuangan, relativisme jarak dalam
pergerakan modal, hingga ketersediaan jaringan informasi ke seluruh dunia.
Dengan kemajuan dan kecanggihan TI pasar modal jutaan atau bahkan miliaran
investasi dapat dengan mudah masuk ke lantai pasar modal di seluruh penjuru
dunia. Pergerakan mereka tak bisa dihalangi teritori negara. Perkembangan yang
mengglobal seperti ini dengan sendirinya menuntut adanya satu standar akuntansi
yang dibutuhkan baik oleh pasar modal atau lembaga yang memiliki agency
problem.
Di
tiap kawasan, penyusunan standar akuntansi selalu melalui tahapan-tahapan yang
cukup panjang. Di AS, misalnya, pada awalnya standar akuntansi ditentukan oleh
masing-masing manajemen perusahaan dengan pertimbangan yang membutuhkan standar
tersebut memang pihak manajemen. Era berganti, standar kemudian ditentukan
kalangan profesi yang tergabung dalam asosiasi. Pertimbangannya, pihak
profesilah yang bertugas menyusun dan mengaudit laporan keuangan. Barulah, yang
mutakhir, yang diacu adalah US GAAP yang dibuat oleh FASB. Saat ini, terdapat
dua kekuatan besar di bidang standar akuntansi, yaitu US-GAAP dan IFRS yang
sebelumnya dikenal sebagai International Accounting Standard Committee (IASC).
IASC
dibentuk pada 1973 oleh badan-badan atau asosiasi-asosiasi profesi dari
negara-negara Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda,
dan Inggris. Komite ini kemudian menyepakati standar akuntansi internasional
yang dikenal sebagai IAS. Inilah yang menjadi cikal bakal munculnya IFRS.
Agency Problem adalah masalah jarak antara Principle dan agent yang dalam
relasi membutuhkan jembatan antara pemilik dan buruh atau pekerja yang disebut
agency relation, yaitu informasi. Informasi adalah berupa laporan tentang aset,
resources, dan lainnya yang berhubungan dengan keadaan perusahaan yang dibuat
oleh agent dan diserahkan kepada principles (pemilik). Biaya yang dikeluarkan
untuk menjaga hubungan baik antara principles dan agent disebut agency cost.
Fenomena inilah yang kemudian mendorong International Accounting Standard
Boards (IASC) melakukan percepatan harmonisasi standar akuntansi internasional
melalui apa yang disebut IFRS.
Sejarahnya
pun cukup panjang dan berliku. Pada 1982, International Financial Accounting
Standard (IFAC) mendorong IASC sebagai standar akuntansi global. Hal yang sama
dilakukan Federasi Akuntan Eropa pada 1989. Pada 1995, negara-negara Uni Eropa
menandatangani kesepakatan untuk menggunakan IAS. Setahun kemudian, US-SEC
(Badan Pengawas Pasar Modal AS) berinisiatif untuk mulai mengikuti GAS. Pada
1998 jumlah anggota IFAC/IASC mencapai 140 badan/asosiasi yang tersebar di 101
negara. Akhirnya, pertemuan menteri keuangan negara-negara yang tergabung dalam
G-7 dan Dana Moneter Internasional pada 1999 menyepakati dilakukannya penguatan
struktur keuangan dunia melalui IAS. Pada 2001, dibentuk IASB sebagai IASC.
Tujuannya untuk melakukan konvergensi ke GAS dengan kualitas yang meliputi
prinsip-prinsip laporan keuangan dengan standar tunggal yang transparan, bisa
dipertanggung jawabkan, comparable, dan berguna bagi pasar modal. Pada 2001,
IASC, IASB dan SIC mengadopsi IASB. Pada 2002, FASB dan IASB sepakat untuk
melakukan konvergensi standar akuntansi US GAAP dan IFRS. Langkah itu untuk
menjadikan kedua standar tersebut menjadi compatible.
Memang,
hingga saat ini IFRS belum menjadi one global accounting standard. Namun
standar ini telah digunakan oleh lebih dari 150-an negara, termasuk Jepang,
China, Kanada dan 27 negara Uni Eropa. Sedikitnya, 85 dari negara-negara
tersebut telah mewajibkan laporan keuangan mereka menggunakan IFRS untuk semua
perusahaan domestik atau perusahaan yang tercatat (listed). Bagi Perusahaan
yang go international atau yang memiliki partner dari Uni Eropa, Australia,
Russia dan beberapa negara di Timur Tengah memang tidak ada pilihan lain selain
menerapkan IFRS.
Proses
yang panjang tersebut akhirnya menjadi apa yang disebut IFRS, yang merupakan
suatu tata cara bagaimana perusahaan menyusun laporan keuangannya berdasarkan
standar yang bisa diterima secara global. Jika sebuah negara beralih ke IFRS,
artinya negara tersebut sedang mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang
akan membuat perusahaan (bisnis) bisa dimengerti oleh pasar dunia. Namun,
beralih ke IFRS bukanlah sekedar pekerjaan mengganti angka-angka di laporan
keuangan, tetapi mungkin akan mengubah pola pikir dan cara semua elemen di
dalam perusahaan. (Sumber: Akuntan Indonesia, edisi no 17, Juni, 2009.)
TIGA
STANDAR AKUNTANSI PER JULI 2009
Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dalam seminar nasional akuntansi di Universitas
Brawijaya Malang pada tanggal 17-18 Juli 2009 telah menghasilkan TIGA
STANDAR AKUNTANSI INDONESIA :
1.
Standar Akuntansi Keuangan
2.
Standar Akuntansi Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP)
3.
Standar Akuntansi Syariah.
Standar Akuntansi Keuangan adalah SAK yg telah berlaku sekarang, nantinya akan dikonvergensikan ke IFRS (International Financial Reporting Standard). Proses konvergensi ini akan selesai tahun 2012. SAK yang telah terkonvergensi ke IFRS diharapkan akan memberikan perspektif pemahaman yang sama bagi investor asing dalam membaca Lap Keu perush Indonesia ataupun Investor Indonesia yang ingin ekspansi ke luar negeri.
Standar
Akuntansi untuk Entitas tanpa akuntabilitas publik menurut mantan ketua DSAK
(Dewan Standar Akuntansi Keuangan) Drs. Moh Jusuf Wibisono,M.Acc,Ak, standar
ini akan membantu perusahaan kecil menengah dalam menyediakan pelaporan
keuangan yang tetap relevan dan andal dengan tanpa terjebak dalam kerumitan
standar akuntansi berbasis IFRS yang akan kita adopsi di dalam PSAK. SAK ETAP
ini akan khusus digunakan untuk perusahaan tanpa akuntabilitas publik yang
signifikan. Perusahaan yang terdaftar di dalam bursa efek dan yang memiliki
akuntabilitas publik signifikan tetap harus menggunakan PSAK yang umum. SAK
ETAP akan diberlakukan pada tahun 2011 namun menurut ketua DPN IAI Ahmadi
Hadibroto, penerapan lebih awal di 2010 diperkenankan.
Standar
Akuntansi Syariah akan diluncurkan dalam tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia,
bahasa Inggris dan bahasa Arab. Standar ini diharapkan dapat mendukung
industri keuangan syariah yang semakin berkembang di Indonesia.
Upaya
untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang
terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan, membuat IASB melakukan
percepatan harmonisasi Standar Akuntansi Internasional khususnya IFRS yang
dibuat oleh IASB dan FASB (Badan Pembuat Standar Akuntansi di Amerika Serikat).
Tujuan IFRS adalah memastikan
bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk
perioda-perioda yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung
informasi berkualitas tinggi yang:
Ø Transparan bagi para
pengguna dan dapat dibandingkan (comparable) sepanjang periode yang
disajikan
Ø Menyediakan titik awal
yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
Ø Dapat dihasilkan dengan
biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
RUANG LINGKUP STANDAR
Standar
ini berlaku apabila sebuah perusahaan menerapkan IFRS untuk pertama kalinya
melalui suatu pernyataan eksplisit tanpa syarat tentang kesesuaian dengan IFRS.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan keuangan perusahaan
yang pertama kalinya berdasarkan IFRS (termasuk laporan keuangan interim untuk
periode pelaporan tertentu) menyediakan titik awal yang memadai dan transparan
kepada para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang seluruh periode
disajikan.
KONSEP POKOK
- Tanggal pelaporan (reporting date) adalah tanggal neraca untuk laporan keuangan pertama yang secara eksplisit menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut sesuai dengan IFRS (sebagai contoh 31 Desember 2006).
- Tanggal transisi (transition date) adlah tanggal neraca awal untuk laporan keuangan komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh 1 Januari 2005, jika tanggal pelaporan adalah 31 Desember 2006).
Pengecualian untuk penerapan retrospektif IFRS terkait dengan
hal-hal berikut:
1.
Penggabungan usaha sebelum tanggal transisi
2.
Nilai wajar jumlah penilaian kembali yang dapat dianggap sebagai nilai terpilih
3. Employee benefits
4.
Perbedaan kumulatif atas translasi (penjabaran) mata uang asing, muhibah
(goodwill), dan penyesuaian nilai wajar
5.
Instrument keuangan termasuk akuntansi lindung nilai (hedging)
Manfaat Konvergensi
IFRS secara umum adalah:
v Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan
Standar
v Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi
v Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui
pasar modal secara global
v Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan
v Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain,
mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management
o Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities)
dibatasi cenderung dilarang
o Reklasifikasi dari dan ke FVTPL, DILARANG
o Reklasifikasi dari L&R ke AFS, DILARANG
o Tidak ada lagi extraordinary
items
Sumber:
majalah Akuntan
Indonesia, web IAIglobal.or.id
Selasa, 13 Maret 2012
Komisaris Bongkar Dugaan Manipulasi Laporan Keuangan PT Kereta Api
Jakarta (ANTARA News) - Komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan. "Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi," kata salah satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena adanya ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN perhubungan itu.
"Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba," kata penyandang Master of Accountancy, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990. Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending.
"Yang jelas RUPS dari PT Kereta Api sampai hari ini distop karena saya tidak mau tanda tangan. Harusnya awal Juli 2006, cuma ditunda karena saya sebagai komisaris tidak menyetujui laporan kantor akuntan publik," kata penyandang Doctor of Business Administration Cleveland State University Ohio USA 1995. Ia mengatakan, dirinya meminta agar laporan itu dikoreksi, dan koreksi akan BUMN itu tidak untung tetapi rugi.
"Ini praktek-praktek akuntansi sebetulnya yang mengerti orang
akuntansi dan auditornya membiarkan begitu saja," kata Hekinus yang juga Direktur dan Akuntansi Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan.
Mengenai berapa angka kerugiannya, Hekinus mengatakan, tidak bisa memastikan, yang jelas ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban tapi masih dinyatakan sebagai aset perusahaan. Ia menyebutkan, setelah sekitar lima tahun bertugas sebagai eselon II di Depkeu, dirinya baru mendapat kesempatan untuk menjadi komisaris di BUMN.
"Selama sekitar enam bulan jadi komisaris, saya merasa sedih, bukan saja karena di jaman saya ada kereta berjalan mundur, tapi juga karena pelaksanaan fungsi komisaris sangat menyedihkan, saya jadi barang aneh di sana," katanya.
Kepada direksi BUMN itu, ia meminta agar segera memperbaiki laporan keuangan itu dan juga untuk kebaikan BUMN itu di masa yang akan datang.
"Saya bongkar masalah ini supaya jajaran direksi memperbaikinya karena tidak hanya direksi yang punya BUMN itu tetapi juga lainnya, sementara saya mungkin cuma sebentar dan besok mungkin keluar," katanya.
Sementara itu Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengatakan, hingga saat ini audit BPK sama sekali belum menyentuh PT Kereta Api karena kemampuan anggaran dan personil yang terbatas. Menurut Anwar, BPK dapat melakukan audit terhadap BUMN baru-baru ini saja itu pun tidak menyeluruh karena kemampuan yang terbatas.
"BPK bisa melakukan audit terhadap BUMN baru-baru ini saja, dulu mana boleh BPK melakukan audit terhadap BUMN. Dulu tidak boleh masuk ke Pertamina, bank-bank pemerintah, Bank Indonesia dan lainnya," .
Pembahasan Kasus
Dalam kasus ini terdapat adanya suatu tindakan manipulasi laporan keuangan yang seharusnya laporan keuangan tersebut rugi tetapi dalam laporan keuangan dinyatakan terdapat keuntungan,sehingga Komisaris PT Kereta Api Indonesia tidak mau menandatangani sehingga terjadi distopnya RUPS dan praktek ini dibiarkan oleh orang yang mengerti tentang laporan keuangan yaitu orang akuntan . Tetapi, ada hal mendasar yang harus diperhatikannya sebagai wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya, dalam hal ini Pedoman Standar Akuntansi Keuangan dan Standar Profesional Akuntan Publik. Selain itu, auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api Indonesia. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pengampu kepentingan. Seperti halnya yang telah diketahui bersama, hal ini jelas mempunyai dimensi etis.
Sebaiknya seorang akuntan public hendaklah memegang teguh Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dapat terciptanya akuntan publik yang jujur, berkualitas dan dapat dipercaya.
SUMBER
http://www.antaranews.com/view/?i=1153914935&c=EKU&s=
Senin, 09 Januari 2012
Studi Kasus
REAL
Kejaksaan Agung (Kejagung) melaporkan Indonesia Corruption Watch
(ICW) ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)
terkait dengan pemberitaan tentang uang pengganti korupsi yang harus
disetor kejaksaan kepada negara (Jawa Pos, 8/1/2009).
Pelaporan itu terkait dengan besarnya uang negara yang sudah
diselamatkan kejaksaan. Pada Hari Antikorupsi Sedunia beberapa waktu
lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, institusinya berhasil
menyelamatkan uang negara Rp 8 triliun dan USD 18 juta dari berbagai
kasus korupsi di seluruh Indonesia selama 2004-2008.
Sebaliknya, menurut ICW, klaim jaksa agung tersebut tidak sesuai
dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat pada 2004 hingga semester I (2008). Uang
negara yang masuk ke kas negara hanya Rp 382,67 miliar.
Berita tersebut dimuat harian ibu kota pada 5 Januari 2009, dan atas
berita itu, Kejagung melaporkan ICW ke Mabes Polri. Pasalnya, ICW tidak
pernah meminta klarifikasi ke Kejagung sebagaimana dikemukakan Kepala
Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Jasman Panjaitan.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Media Massa (Hubmedmas) Agung
Dipo mengatakan, pihaknya melaporkan dua anggota ICW, yaitu Koordinator
Monitoring Emerson Yuntho dan Peneliti Hukum Illian Deta Arthasari.
Kejaksaan, kepolisian, dan MA adalah primus inter pares (pemimpin
rakyat) di bidang hukum. Dengan begitu, jika kejaksaan melaporkan ICW ke
polisi, dikhawatirkan, konflik kepentingan akan terjadi.
Kritik yang dilontarkan ICW tidak bisa dianggap fitnah atau perbuatan
tidak menyenangkan terhadap lembaga penegak hukum. Sebab, ICW bagian
dari masyarakat yang sekadar menyampaikan kritik terhadap lembaga
penegak hukum. Kecuali hal itu menyangkut individu dengan individu.
Di sisi lain, lengkah kejaksaan melaporkan ICW ke polisi dapat
menekan kekuatn civil society yang selama ini mengkritik lembaga
pemerintah demi perbaikan dan kemajuan bangsa. Jika setiap kritik
masyarakat ditanggapi dengan melaporkannya ke polisi, dikhawatirkan,
cita-cita menjadi negara demokratis tidak akan terwujud. Sebab,
pmerintah tidak memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan
pendapat berupa saran atau kritik. Pemerintahan yang transparan,
akuntabel, dan bersih tidak bisa terwujud.
Semestinya, aparat penegak hukum mendahulukan temuan ICW berupa
dugaan korupsi. Sedangkan laporan Kejagung tentang pencemarn nama baik
dikesampingkan dulu. Dengan demikian, aparat penegak hukum bisa
mengetahui apakah terjadi kebohongan publik atau memang benar ada
kerugian negara.
Banyak Cara
Sebenarnya, ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan perbedaan. Bisa saja kejaksaan mengundang ICW atau sebaliknya. Lantas, kedua pihak menunjukkan data-data yang mereka miliki sebagai upaya klarifikasi.
Sebenarnya, ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan perbedaan. Bisa saja kejaksaan mengundang ICW atau sebaliknya. Lantas, kedua pihak menunjukkan data-data yang mereka miliki sebagai upaya klarifikasi.
Khusus bagi Mabes Polri, kita berharap agar bertindak proporsional
dan profesional untuk memperoleh kebenaran yang hakiki. Maksud kita
tidak perlu menimbulkan bias, kejaksaan tidak dianggap masyarakat
sebagai “mengorupsikan” uang hasil “korupsi” serta ICW tidak dituding
orang sebagai “hanya omong doang”. Hal itu perlu digarisbawahi menjelang
dibuatnya MoU antara Kepolisian RI dan Kejagung agar tidak terjadi
pengembalian berkas perkara dari penuntut umum ke penyidik, seperti yang
terjadi selama ini.
Kita berharap agar hasil akhir dari “pergesekan” Kejagung-ICW kali
ini akan memberikan uraian rinci kepada masyarakat. Sehingga, kejaksaan
bersih dari prasangka buruk dan ICW juga semakin memperoleh kepercayaan
publik sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang benar-benar
berdasar fakta.
PT. MATAHARI KAHURIPAN INDONESIA
INTERNAL AUDIT DIVISION
INTERNAL AUDIT DIVISION
1. Di salah satu propinsi, PT. MAKIN mendapat tawaran dari pemerintah
daerah untuk berinvestasi mengembangkan perkebunan kelapa sawit seluas
40.000 ha. Data-data pendukung areal belum tersedia, seperti :
- Kondisi fisik areal (topografi, tanah, iklim, sosial masyarakat, prasarana dan lain-lain) belum diketahui.
- Status penggunaan areal (atau status kawasan hutan) belum diketahui.
- Penggunaan areal oleh pihak lain belum diketahui
- Respon pemerintah daerah sangat baik
- Respon masyarakat ada yang mendukung dan ada juga yang kontra (tidak berminat).
- Status penggunaan areal (atau status kawasan hutan) belum diketahui.
- Penggunaan areal oleh pihak lain belum diketahui
- Respon pemerintah daerah sangat baik
- Respon masyarakat ada yang mendukung dan ada juga yang kontra (tidak berminat).
Seandainya PT. MAKIN berminat untuk berinvestasi di propinsi tersebut
tindakan dan strategi apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan areal
yang ditawarkan oleh pemda itu layak atau tidak layak dibuka ?.
2. Setelah ditelaah lebih dalam mengenai kondisi lahan, ternyata diperoleh data-data pendukung sebagai berikut :
- Kondisi fisik areal : 50 % gambut (50 % gambut dalam, 50 % gambut dangkal).
50 % kering (75 % landai, 25 % agak bergelombang)
Solum tanah di areal kering 25 % dangkal (< 60 cm) dan berbatu-batu.
Curah hujan 1.800 – 2.000 mm/thn, bulan kering = 2 bulan
Tinggi di atas permukaan laut = 50 m
50 % kering (75 % landai, 25 % agak bergelombang)
Solum tanah di areal kering 25 % dangkal (< 60 cm) dan berbatu-batu.
Curah hujan 1.800 – 2.000 mm/thn, bulan kering = 2 bulan
Tinggi di atas permukaan laut = 50 m
- Calon areal berada dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) dan masih
dalam wacana pemda untuk diusulkan ke Departemen Kehutanan menjadi
kawasan budidaya non kehutanan (KBNK).
- Didalam calon areal masih ada perusahaan HPH/HTI yang sudah tidak aktif.
- Tidak ada sungai besar yang dapat digunakan untuk transportasi
hasil produksi, sehingga jalur transportasi harus melalui darat. Jarak
lokasi dengan ibukota/pelabuhan terdekat 100 km.
- Keadaan sosial masyarakat beragam ada yang antusias, ada yang
ragu-ragu dan ada yang kontra. Masyarakat yang berminat kemitraan dengan
perusahaan menginginkan porsi 50:50.
- Dan setelah dikalkulasi*) ternyata nilai kelayakan proyek sebagai berikut :
- IRR = 16,71 %, dimana tingkat suku bunga bank = 16 %
- NPV = positif
- IRR = 16,71 %, dimana tingkat suku bunga bank = 16 %
- NPV = positif
Selasa, 18 Oktober 2011
Etika Profesi
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan
etika. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur tentang kode etik profesi, namun
seperti kita lihat saat ini masih sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran
ataupun penyalah gunaan profesi. Untuk itu penulis akan membahas pengertian
dari kode etik profesi dan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi.
- Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi.
Selain itu agar para professional bias menjalankan profesi nya secara baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ETIKA
Etika
Berasal dari bahasa Yunani Ethos, Yang berarti karakter, watak kesusilaan atau
adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat
untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau
benar, buruk atau baik.
Menurut
Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can
act as the performance index or reference for our control system". Etika
adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control", karena
segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
- Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
- Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
- Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”
B.
PROFESI
Istilah
profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi
perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita
tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidangbidang pekerjaan seperti
kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup
pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan
sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai
pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan
profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak
atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi.
C.PENGERTIAN KODE
ETIK
Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata,
tulisan atau benda yang disepakati untuk maksudmaksud tertentu, misalnya untuk
menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode
juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis
Kode
Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau
tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam
kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang
menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan
nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart
perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk
memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Nilai
professional dapat disebut juga dengan istilah asas etis.(Chung, 1981
)mengemukakan empat asas etis, yaitu :
(1).
Menghargai harkat dan martabat
(2).
Peduli dan bertanggung jawab
(3).
Integritas dalam hubungan
(4).
Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kode
etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus
sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman
dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi.
Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak
istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan
masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai
pedoman yang memaksa perilaku etis anggota profesi.
Konvensi
nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola ketentuan, aturan,
tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan aktifitas maupun tugas suatu
profesi. Bahsannya setiap orang harus menjalankan serta mejiwai akan Pola,
Ketentuan, aturan karena pada dasarnya suatu tindakan yang tidak menggunakan
kode etik akan berhadapan dengan sanksi.
D.
FUNGSI KODE ETIK
Pada
dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan
Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai
seorang professional.
Biggs
dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 1.
Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. (2). Mencegah
terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. (3). Melindungi para
praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Sutan
Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi
guru itu sendiri, antara lain :
- Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
- Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
- Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
- Penberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.
Kode
etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan
teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi
tugasnya. Menurut Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru
dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung
dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
Etika
hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping
relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan
mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta
didik. Dengan ditandai adanya perilaku4 empati,penerimaan4dan penghargaan,
kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan serta kejelasan ekspresi
seorang guru.
Seorang
guru apabila ingin menjadi guru yang professional harusnya mendalami serta
memiliki etika diatas tersebut.
Etika
Hubungan garis dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya kepercayaan. Bahwa
guru percaya kepada pimpinan dalam meberi tugas dapat dan sesuai dengan
kemampuan serta guru percaya setiap apa yang telah dikerjakan mendapatkan
imbalan dan sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin bahwa tugas yang telah
diberikan telah dapat untuk dilaksanakan.
Guru
sangat perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat untuk kepentingan
pendidikan. Guru juga harus menghayati apa saja yang menjadi tanggung jawab
tugasnya.
E. SANKSI
PELANGGARAN KODE ETIK
a. Sanksi
moral
b. Sanksi
dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh
suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena
tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode
etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor
jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.
Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang
terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur
dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan
kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control
ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam
anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan
teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu
solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan
demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang
sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbanganpertimbangan
lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan
kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik
profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas
dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas,
mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun
sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan
demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara
jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang
benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh seorang professional
F.TUJUAN
KODE ETIK PROFESI6
1. Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk
meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi.
6.
Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7.
Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8.
Menentukan baku standarnya sendiri.
G.
CONTOH PENERAPAN KODE ETIK
- Kode Etik Guru
“
Guru memiliki kewajiban untuk membimbing anak didik seutuhnya dengan tujuan
membentuk manusia pembangunan yang pancasila”. Inilah bunyi kode etik guru yang
perrtama dengan istilah “bebakti membimbing” yang artinya mengabdi tanpa pamrih
dan tidak pandang bulu dengan membantu (tanpa paksaan, manusiawi). Istilah
seutuhnya lahir batin, secara fisik dan psikis. Jadi guru harus berupaya dalam
membentuk manusia pembangunan pancasila harus seutuhnya tanpa pamrih.
- Kode Etik Guru Pembimbing/ Konselor Sekolah
“
Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan kliennya”.
Apabila kode etik itu telah diterapkan maka konselor ketika berhadapan dalam
bidang apapun demi lancarnya pendidikan diharapkan memiliki kepercayaan dengan
clientnya dan tidak membuat clientnya merasa terseinggung.
H. YANG AKAN TERJADI
JIKA KODE ETIK PROFESI TIDAK ADA
Kode etik profesi berfungsi sebagai
pelindung dan pengembangan profesi. Dengan telah adanya kode etik profesi,
masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi.
Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi
pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalah gunaan profesi.
BAB III
KESIMPULAN
Kode etik
bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi
setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak
menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.
Supaya
kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah
bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif
kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau
instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar
bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam
merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi
yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri
harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan
membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya
untuk mewujudkan nilai nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan
pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilainilai dan
cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging
dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan
juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik
dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tuk.lsp-telematika.or.id/download/203/203.doc
http://pakgalih.wordpress.com/2009/04/07/pengertian-dan-fungsi-kode-etik/