tUGaZ-tU9aZ s0FtZkiL
Senin, 30 April 2012
Pengaruh Asuransi Terhadap IFRS
Standar
Khusus Akuntansi untuk Asuransi Kerugian merupakan standar akuntansi kedua yang
khusus mengatur jenis badan usaha tertentu setelah dikeluarkannya. Standar
Khusus Akuntansi untuk Koperasi. Standar Khusus ini disusun atas dasar kerja
sama antara Ikatan Akuntan Indonesia dan PT. Asuransi Jasa Indonesia.
Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.
Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di"himpun" dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan karena antara lain:
Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.
Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di"himpun" dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan karena antara lain:
v Menderita
kerugian yang cukup besar karena hasil underwriting tidak memadai bahkan minus.
v Stabilitas
keuangan perusahaan asuransi tidak terjamin.
v Di
dalam pasar reasuransi internasional tidak mempunyai reputasi yang cukup baik.
Untuk meningkatkan reputasi industri asuransi Indonesia, diperlukan:
v Peningkatan
mutu produk dan pasar
v Adanya
accounting standard yang berlaku di dalam industri asuransi.
Perusahaan asuransi di Indonesia relatif mengalami kelambatan dalam perkembangan permodalan. Hal ini disebabkan berbagai keadaan yang belum memadai untuk memungkinkan pengembangan permodalan tersebut.
Dengan adanya suatu Accounting Standard maka perhitungan hasil usaha menjadi lebih jelas, adanya suatu accounting standard akan memberikan value added bagi industri asuransi dan masyarakat yang akan memberikan dampak positip terhadap pembangunan nasional.
AKUNTANSI ASURANSI
Asuransi kerugian pada hakekatnya adalah suatu sistem proteksi menghadapi risiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan (transfer) risiko kepada pihak lain, baik secara perorangan maupun secara kelompok dalam masyarakat.
Dasar usaha asuransi adalah kepercayaan masyarakat, terutama dalam hal kemampuan keuangan (bonafiditas) perusahaan untuk memenuhi kewajiban klaim dan kewajiban lain-lain tepat pada waktunya. Untuk itu usaha asuransi harus dikelola secara profesional, baik dalam pengelolaan risiko maupun dalam pengelolaan keuangan.
Beberapa karakteristik dari akuntansi perusahaan asuransi kerugian antara lain:
Penentuan beban tidak dapat sepenuhnya
dihubungkan dengan pendapatan premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu
bersamaan dengan pengakuan pendapatan premix.
Laporan laba rugi sangat dipengaruhi
oleh unsur estimasi, misalnya: estimasi mengenai besarnya premi yang belum
merupakan pendapatan (unearned premium income) dan estimasi mengenai besarnya
klaim yang menjadi beban pada periode berjalan (estimasi klaim tanggungan
sendiri).
Perusahaan asuransi harus memenuhi
ketentuan pemerintah dalam hal batas tingkat solvabilitas (solvency margin).
Untuk lebih lengkap dari isi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN bisa klik di sini >> http://bloggerborneo.com/softcopy-psak/
Sedangkan mengenai diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) secara penuh pada tahun 2012.
LATAR BELAKANG KOVERGENSI PSAK – IFRS,
** Sebuah manajemen entitas diwajibkan untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas kegiatan keuangannya. Laporan ini akan memberikan informasi kepada berbagai pihak, laporan inilah yang kita kenal dengan laporan keuangan. Jenis laporan keuangan ini diantaranya adalah neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan modal serta catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut haruslah menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi sehingga informasinya dapat digunakan untuk mengambil berbagai keputusan yang strategis.
Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar dalam kualitas maka ditetapkanlah PSAK. Oleh karena ini dapat dikatakan bahwa PSAK adalah kebijakan umum yang dipergunakan untuk menyusun laporan keuangan pada semua entitas yang sejenis. aturan dalam PSAK ini dibuat berdasar kepada biaya historis (historical cost) yang banyak mengacu kepada US GAAP (United States General Accepted Accounting Principles).
Karena informasinya berbasis kepada data masa lalu saja, maka dunia akuntansi kemudian mencoba menghadirkan laporan keuangan yang berbasiskan kepada informasi terkini yang kemudian kita kenal dengan fair value. Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar maka Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan kemudian direvisi sesuai dengan ketentuan pengukuran dan penilaian berdasarkan nilai terkini seperti yang dianut oleh International Financial Reporting Standards (IFRS) **
28 PSAK disusun dengan mengacu kepada IAS/IFRS, 20 PSAK dikembangkan dengan mengacu kepada prinsip akuntansi Amerika Serikat, 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI, dan 1 PSAK tentang perbankan syari’ah mengacu kepada standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI serta peraturan-peraturan terkait yang berlaku di Indonesia.
Keputusan DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS dengan membuat dua strategi:
1. Strategi selektif. Strategi ini dilakukan dengan tiga target yaitu; mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya dan menentukan batas waktu penerapan standar yang diadopsi, melakukan adopsi standar selebihnya yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada, dan target terakhir adalah melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB.
2. Strategi dual standard. Strategi ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap menggunakan PSAK yang telah ada.
Dalam penerapan kedua strategi tsb harus mempertimbangkan lima hal:
§ Konvergensi
standar dan proses konvergensi itu sendiri. Hal ini perlu dipertimbangkan
karena DSAK belum memutuskan kapan melakukan konvergensi.
§ Ketersediaan
dana untuk penerjemahan standar.
§ Ketersediaan
sumber daya manusia.
§ Ketentuan
perundang-undangan di Indonesia.
§ Sosialisasi
standar dan peluang moral hazards dalam penyusunan laporan keuangan.
Hambatan
Terdapat beberapa hambatan yang masih dihadapi:
– Masih adanya ketidaksesuaian standar di beberapa negara dengan ketentuan IFRS yang signifikan (seperti aturan tentang instrumen keuangan dan standar pengukuran berdasar fair value accounting)
– Masih terdapat perbedaan kepentingan antara IFRS yang berorientasi pada capital market dengan standar akuntansi negara-negara yang berorientasi pada ketentuan perpajakan (tax-driven)
– Berbagai aturan yang kompleks dalam IFRS dianggap sebagai hambatan bagi sebagian negara untuk melakukan konvergensi.
– Masih terdapat gap yang cukup besar antara IFRS dengan standar akuntansi nasional yang diterapkan untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM)
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh International
Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
Perbandingan IFRS dan PSAK
IFRS
• S/d status 2006, terdiri 37 standar dan 20 interpretasi:
– 7 new standards IFRS
– 30 standar IAS
– 9 new Interpretation (IFRIC)
– 11 Interpretasi (SIC)
• Dimulai sejak 1974 (IAS)
• Lebih merupakan standar umum, hanya ada 4 standar khusus industri
PSAK
• S/d status 2006, PSAK s/d 2006, terdiri dari 59 standar dan 6 interpretasi, umumnya diadopsi dari IAS, namun beberapa menggunakan referensi SFAS.
• Dikembangkan sejak 1994 (PAI)
• Ada banyak standar khusus industri (15 standar)
PERBEDAAN DENGAN IFRS ED PSAK 62 (revisi 2010):
Kontrak Asuransi mengadopsiseluruh pengaturan dalam IFRS 4 Insurance Contract per Januari 2009, kecuali:
1. IFRS 4 paragraf 21 mengenai penerapan pertama kali SAK, hal ini tidak relevan diIndonesia.
2. IFRS 4 paragraf 40 mengenai adopsi pertama kali SAK, hal ini tidak relevan diIndonesia.
3. IFRS 4 paragraf 41 mengenai tanggal efektif. Tanggal efektif IFRS 4 adalah 1 Januari2005 dan mengizinkan penerapan dini, sedangkan tanggal efektif PSAK 62 adalahuntuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2012 dan tidak mengizinkan penerapan dini.
4. IFRS 4 paragraf 41A terkait kontrak jaminan keuangan yang merupakan amandemen IAS 39 dan IFRS 4 pada Agustus 2005, sehingga hal ini tidak relevan jika diterapkan di Indonesia.
5. IFRS 4 paragraf 41B terkait amandemen IAS 1 Presentation of Financial Statements yang mengubah terminologi yang digunakan dalam IFRSs, karena IAS 1 yang diadopsi menjadi PSAK 1
KONVERGENSI IFRS MEMBERATKAN PERUSAHAAN ASURANSI?
Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK-IAI) menggelar pemaparan publik atau public hearing draft
standar akuntansi baru yang berkaitan dengan industri asuransi. Public
hearing dilaksanakan di Jakarta, 25 Januari 2011 dan dihadiri kurang lebih
oleh 250 peserta dari industry asuransi, akuntan publik, profesi aktuari,
akademisi dan juga perwakilan-perwakilan perusahaan lainnya.
Exposure
Draft standar akuntansi baru yang dipaparkan dalam kesempatan
tersebut adalah:
ED
PSAK 62: Kontrak Asuransi
ED
PSAK 28 (Revisi 2010): Akuntansi Asuransi Kerugian
ED
PSAK 36 (revisi 2010): Akuntansi Asuransi Jiwa
ED
PSAK 56: Laba per Saham
ED
PPSAK 10: Pencabutan PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi
Rangkaian
public hearing ini merupakan proses konvergensi IFRS yang dilakukan oleh
IAI dan ditargetkan selesai pada tahun 2012. ED PSAK 62 mengadopsi standar
akuntansi internasional IFRS 4 yang bersifat prinsip atau principle based.
Dengan mengadopsi IFRS 4 maka standar akuntansi Indonesia yang mengatur
perusahaan asuransi yakni PSAK 28 dan PSAK 36 direvisi agar tidak bertentangan
dengan IFRS 4. Revisi untuk PSAK 28 dan PSAK 36 banyak menghapus
paragraf-paragraf yang bersifat rule based serupa dengan aturan-aturang
yang kaku.
Ludovicus Sensi, anggota DSAK-IAI yang memberikan pemaparan
standar akuntansi asuransi mendapatkan banyak komentar mengenai kesiapan
industri asuransi dan profesi aktuaris dalam menerapkan standar-standar baru
ini pada tahun 2012. “Waktunya sangat sempit apabila diberlakukan pada tahun
2012. Dan apakah para pelaku dan profesi aktuaris siap karena standar ini
banyak menuntut penggunaan professional judgement” demikian komentar salah satu
peserta public hearing dari perusahaan asuransi yang cukup besar di
Indonesia.
“IFRS 4 ini sedang diubah di dewan standar akuntansi
internasional. Kita memang pernah bimbang apakah kita mengadopsi IFRS 4 yang
saat ini berlaku atau tunggu sampai revisi IFRS 4 nanti dikeluarkan. Namun
apabila kita menunggu lebih lama, kesenjangan antara standar akuntansi lokal
dan standar akuntansi internasional akan semakin lebar. Sehingga Dewan
memutuskan untuk tidak menunda adopsi IFRS 4” Ludovicus Sensi memberikan
penjelasan. Ludovicus Sensi juga menambahkan bahwa diskusi mengenai perubahan
standar akuntansi ini sudah pernah didiskusikan oleh pihak regulator Bapepam LK
dan juga oleh asosiasi industri asuransi selama beberapa bulan terakhir.
Lebih lanjut Rosita Uli Sinaga, Ketua DSAK-IAI yang memimpin
jalannya public hearing pada hari itu juga menambahkan bahwa konvergensi IFRS
ini sudah terlebih dahulu memberikan dampak besar terhadap industri perbankan
tahun lalu dengan memberlakukan PSAK 50 dan PSAK 55 mengenai instrumen keuangan.
“kita semua memahami bagaimana beratnya industri perbankan dalam menerapkan
PSAK 50 dan PSAK 55. Kalau Industri asuransi tidak mengadopsi IFRS maka akan
terbelakang dibandingkan dengan industri keuangan lainnya di Indonesia.
Tentunya kita tidak ingin hal ini terjadi” komentar Rosita.
Rencana DSAK untuk mencabut PSAK 51 Akuntansi
Kuasi-Reorganisasi juga menuai keberatan. Dudi Kurniawan, praktisi akuntan
publik menyatakan bahwa PSAK 51 masih dibutuhkan di Indonesia dan bermanfaat
untuk perusahaan yang membutuhkan “fresh-start” accounting setelah rugi akibat
krisis moneter beberapa waktu lalu. “Apabila memang tidak bertentangan dengan
IFRS sebaiknya PSAK 51 tetap dipertahankan.”
DSAK memutuskan untuk menghapus PSAK 51 karena standar ini
merupakan adopsi dari standar akuntansi amerika serikat dan tidak ada standar
akuntansi tentang kuasi reorganisasi dalam IFRS.
“Indonesia sudah menjadi sorotan dunia karena
target konvergensi IFRS sudah pernah mundur dari target sebelumnya tahun 2008.
DSAK harus banyak mengambil keputusan yang sulit seperti misalnya pencabutan
PSAK 51 ini. Oleh sebab itulah kami meminta masukan masyarakat dalam kegiatan
public hearing ini. Mohon masukan maupun keberatan dapat dikirim ke DSAK agar
membantu kami dalam mengambil keputusan” pungkas Rosita Uli Sinaga.
Sumber :
·
http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=209
posted by aNnN-beLL at 21.26
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home