tUGaZ-tU9aZ s0FtZkiL

Senin, 09 Januari 2012

Studi Kasus

REAL
Kejaksaan Agung (Kejagung) melaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) terkait dengan pemberitaan tentang uang pengganti korupsi yang harus disetor kejaksaan kepada negara (Jawa Pos, 8/1/2009).
Pelaporan itu terkait dengan besarnya uang negara yang sudah diselamatkan kejaksaan. Pada Hari Antikorupsi Sedunia beberapa waktu lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, institusinya berhasil menyelamatkan uang negara Rp 8 triliun dan USD 18 juta dari berbagai kasus korupsi di seluruh Indonesia selama 2004-2008.
Sebaliknya, menurut ICW, klaim jaksa agung tersebut tidak sesuai dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat pada 2004 hingga semester I (2008). Uang negara yang masuk ke kas negara hanya Rp 382,67 miliar.
Berita tersebut dimuat harian ibu kota pada 5 Januari 2009, dan atas berita itu, Kejagung melaporkan ICW ke Mabes Polri. Pasalnya, ICW tidak pernah meminta klarifikasi ke Kejagung sebagaimana dikemukakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Jasman Panjaitan.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Media Massa (Hubmedmas) Agung Dipo mengatakan, pihaknya melaporkan dua anggota ICW, yaitu Koordinator Monitoring Emerson Yuntho dan Peneliti Hukum Illian Deta Arthasari.
Kejaksaan, kepolisian, dan MA adalah primus inter pares (pemimpin rakyat) di bidang hukum. Dengan begitu, jika kejaksaan melaporkan ICW ke polisi, dikhawatirkan, konflik kepentingan akan terjadi.
Kritik yang dilontarkan ICW tidak bisa dianggap fitnah atau perbuatan tidak menyenangkan terhadap lembaga penegak hukum. Sebab, ICW bagian dari masyarakat yang sekadar menyampaikan kritik terhadap lembaga penegak hukum. Kecuali hal itu menyangkut individu dengan individu.
Di sisi lain, lengkah kejaksaan melaporkan ICW ke polisi dapat menekan kekuatn civil society yang selama ini mengkritik lembaga pemerintah demi perbaikan dan kemajuan bangsa. Jika setiap kritik masyarakat ditanggapi dengan melaporkannya ke polisi, dikhawatirkan, cita-cita menjadi negara demokratis tidak akan terwujud. Sebab, pmerintah tidak memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan pendapat berupa saran atau kritik. Pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan bersih tidak bisa terwujud.
Semestinya, aparat penegak hukum mendahulukan temuan ICW berupa dugaan korupsi. Sedangkan laporan Kejagung tentang pencemarn nama baik dikesampingkan dulu. Dengan demikian, aparat penegak hukum bisa mengetahui apakah terjadi kebohongan publik atau memang benar ada kerugian negara.
Banyak Cara
Sebenarnya, ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan perbedaan. Bisa saja kejaksaan mengundang ICW atau sebaliknya. Lantas, kedua pihak menunjukkan data-data yang mereka miliki sebagai upaya klarifikasi.
Khusus bagi Mabes Polri, kita berharap agar bertindak proporsional dan profesional untuk memperoleh kebenaran yang hakiki. Maksud kita tidak perlu menimbulkan bias, kejaksaan tidak dianggap masyarakat sebagai “mengorupsikan” uang hasil “korupsi” serta ICW tidak dituding orang sebagai “hanya omong doang”. Hal itu perlu digarisbawahi menjelang dibuatnya MoU antara Kepolisian RI dan Kejagung agar tidak terjadi pengembalian berkas perkara dari penuntut umum ke penyidik, seperti yang terjadi selama ini.
Kita berharap agar hasil akhir dari “pergesekan” Kejagung-ICW kali ini akan memberikan uraian rinci kepada masyarakat. Sehingga, kejaksaan bersih dari prasangka buruk dan ICW juga semakin memperoleh kepercayaan publik sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang benar-benar berdasar fakta.



PT. MATAHARI KAHURIPAN INDONESIA
INTERNAL AUDIT DIVISION
1. Di salah satu propinsi, PT. MAKIN mendapat tawaran dari pemerintah daerah untuk berinvestasi mengembangkan perkebunan kelapa sawit seluas 40.000 ha. Data-data pendukung areal belum tersedia, seperti :
- Kondisi fisik areal (topografi, tanah, iklim, sosial masyarakat, prasarana dan lain-lain) belum diketahui.
- Status penggunaan areal (atau status kawasan hutan) belum diketahui.
- Penggunaan areal oleh pihak lain belum diketahui
- Respon pemerintah daerah sangat baik
- Respon masyarakat ada yang mendukung dan ada juga yang kontra (tidak berminat).
Seandainya PT. MAKIN berminat untuk berinvestasi di propinsi tersebut tindakan dan strategi apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan areal yang ditawarkan oleh pemda itu layak atau tidak layak dibuka ?.
2. Setelah ditelaah lebih dalam mengenai kondisi lahan, ternyata diperoleh data-data pendukung sebagai berikut :
- Kondisi fisik areal : 50 % gambut (50 % gambut dalam, 50 % gambut dangkal).
50 % kering (75 % landai, 25 % agak bergelombang)
Solum tanah di areal kering 25 % dangkal (< 60 cm) dan berbatu-batu.
Curah hujan 1.800 – 2.000 mm/thn, bulan kering = 2 bulan
Tinggi di atas permukaan laut = 50 m
- Calon areal berada dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) dan masih dalam wacana pemda untuk diusulkan ke Departemen Kehutanan menjadi kawasan budidaya non kehutanan (KBNK).
- Didalam calon areal masih ada perusahaan HPH/HTI yang sudah tidak aktif.
- Tidak ada sungai besar yang dapat digunakan untuk transportasi hasil produksi, sehingga jalur transportasi harus melalui darat. Jarak lokasi dengan ibukota/pelabuhan terdekat  100 km.
- Keadaan sosial masyarakat beragam ada yang antusias, ada yang ragu-ragu dan ada yang kontra. Masyarakat yang berminat kemitraan dengan perusahaan menginginkan porsi 50:50.
- Dan setelah dikalkulasi*) ternyata nilai kelayakan proyek sebagai berikut :
- IRR = 16,71 %, dimana tingkat suku bunga bank = 16 %
- NPV = positif



posted by aNnN-beLL at 23.31

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home